Tentang Guru

Kemaren saya dan Ika bertemu dengan Pak Paiman dan salah satu seorang pengawas dari Luwuk Utara dan cukup banyak perbincangan diantara kami. Di sela menyelesaikan urusan dan misi kami ke Dinas, aku juga belajar sesuatu yaitu tentang menjadi Guru. Pak Paiman bercerita tentang beberapa muridnya yang sekarang sudah banyak menjadi seseorang dan tetap mengingat diri mereka. Tentang sisi menyenangkannya jadi guru dan bayaran tak bermateri dan lebih berharga yang beliau terima. “ ada murid saya yang meminta saya sambutan keluarga di acara pernikahan…itu ibu… acara gunting rambut, ada juga yang dipatok buat gendong bayi yang pertama”.  Saya menjadi membayangkan ketika usia sudah beranjak 40 atau 50 an seperti pak Paiman ini, bagaimana kabar murid-murid saya di Moilong ya…Apakah mereka mengingat saya?, tidak penting mereka ingat dengan sosok saya atau tidak, hanya berharap mereka mengingat pesan-pesan dan nilai yang saya coba ajarkan kepada mereka.

                “Saya pernah kunjungan, dibawakan banyak makanan kebun” Kata pak Paiman, “ pokoknya harusnya pergi itu mobilnya kosong” kata pengawas Luwuk Utara. Saya menjadi ingat lagi bagaimana kebaikan orang desa di tempat saya. Tidak pernah terbayang jika ada orang asing yang meminta anaknya pindah kamar yang baru dibuat dan lebih kecil, lalu menempatkan saya di kamar besar dengan kasur empuk untuk saya tinggali. Tidak juga saya mengira bingkisan dan banyak bantuan dari orang tua murid kepada saya. Saya juga begitu diperhatikan dan disapa dengan ramah, diajak pesiar dan disuguhi makanan enak setiap bertamu. Pun saya tidak pernah menerka bahwa ada seseorang yang selalu menangis ketika berkungjung ke rumahnya, memeluk saya hangat, dan berkata “ kasian kamu nak, sendirian disini…. sering main kamu kesini nak”.  Lalu ketika ada orang asing yang menyebut saya dalam doanya, mendoakan saya sayang terbaik dan selalu sehat…. bukankah bayaran menjadi guru menjadi tidak ternilai.

Menjadi guru itu memang spesial, menjadi guru dan berbagi bersama anak-anak itu sungguh membahagiakan. Ketika banyak rasa antara tantangan dan keajaiban…. mendengar cerita Pak Paiman dan Pak Pengawas, saya menyadari satu hal…. setelah sekian puluh tahun paska mereka mengajar, apa yang membuat mereka terus diingat oleh murid mereka adalah soal ketulusan, tentang kebaikan, hal pengabdian. Saya kemudian mencoba merefleksi tentang guru saya dulu. Berapa orang guru yang pernah saya ingat dan berkesan di memori saya..Jawabannya tidak banyak. Saya ingat seorang guru yang sabar dan baik ketika SD dulu, yang selalu mempercayakan menulis catatan di papan tulis untuk teman-teman saya. Ketika kecil dulu, hal sederhana  ini membuat saya merasa diberi tanggung jawab. Saya juga punya seorang pelatih pramuka. Namanya adalah kak Ridwan dan beliau sangat baik kepada anak didiknya. Yang teringat saat ini, saya SD adalah pecinta pramuka dan kegiatan perkemahan. Mengapa bisa demikian, karena kak Ridwan mengajarkan saya dengan  sabar dan kesenangan. Tentu saja saya juga mengingat guru saya yang amat galak, yang membuat saya takut dan berfikir bagaimana cara menghindar. Saya menjadi tidak mengerti mengapa pelajaran yang diajarkan menjadi penting, karena pada dasarnya kognisi saya tidak lagi berfokus pada hal ini. Akhirnya, seumur hidup saya, saya hanya mengenang sisi beliau yang galak dan suka menghukum tanpa sempat mengerti itikad baik dari sikap beliau.

Ketika menjadi guru saya kemudian mengerti bahwa tidak semuanya adalah hitam dan putih. Bahwa tidak bisa saya membagi begitu saya antara guru baik dan guru jahat seperti pandangan saya kecil dulu. Guru adalah guru, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan beragam cara dan tindaknya. Tetapi ketika dia adalah guru….maka dia adalah bagian dari pendidik untuk membuat perubahan di dalam diri peserta didik terlepas bagaimana cara dia memenuhi tanggung jawabnya. Dan saya sekarang  percaya bahwa seorang guru, terlepas sisi manusianya yang penuh dengan khilaf….selalu bermaksud baik pada muridnya.

Setahun ini saya adalah guru SD, di bulan-bulan saya ada masa di mana semangat sedang meninggi, frustasi akibat sebuah perilaku atau frustasi karena kompetensi. Menjadi guru itu memang rasanya nano-nano. Dan saya menjalaninya hanya setahun ini, saya membayangkan bagaimana sosok guru yang adalah profesi seumur hidup. Tidak hanya butuh dedikasi tetapi keteguhan dan ketulusan untuk selalu bertahan. Seperti saya yang kadang amat lelah, yang pada masa lainnya juga amat menikmati…. saya mencerna bahwa harus ada sesuatu yang lebih dasar untuk membuat guru bertahan sekian tahun tanpa rasa pesimis terhadap anak didiknya. Saya percaya dasar itu adalah kecintaan…kecintaan yang membuat kita terus ringan bergerak, kecintaan yang kemudian walaupun amat lelah tetap terus bergerak.  Saya kemudian bertanya kepada diri sendiri, di sisa tugas saya, apakah saya mencintai menjadi guru…Jawabannya adalah saya mencintai anak-anak saya, lebih jatuh cinta dari pada biasanya….dan untuk itulah saya terus bergerak.

Terimakasih Guru….:)

 

Tinggalkan komentar