Si Pohon Kecilku-Aliana

Si Pohon Kecilku-Aliana

 alinana

“….. menengok semangat, itulah Aliana…”

Aliana, itulah namanya, cantik sekali rupanya. Melihat tingkah dan polahnya setiap hari di sekolah seperti membayangkan gadis cilik di cerita Alice in Wonderland tetapi dengan versi Moilong, dimana ada dunia pantai, hamparan sawah yang luas, jalanan desa untuk bersepeda, dan pohon-pohon untuk dipanjat.  Memang tidak ada tokoh tambahan seperti  The White Rabbit  atau Cheshire Cat yang menemani petualangannya, tetapi karakter Alice yang lincah, mudah penasaran, selalu ingin tahu, suka bertanya, tidak sabaran, dan mau mencoba seperti cocok dengan anakku ini. Tentunya dengan bumbu keontentikan Aliana yang bermata bulat hitam berbinar, rambut lurus sehabu, dengan pembawaan ceria dan terkesan hangat kepada semua orang, Aliana adalah anak istimewa yang dengan caranya membuatku terpesona.

Ketika Mbak Rahayu  seorang volunter yang bekerja di Inggris datang mengunjungi  Moilong dan bertanya tentang apa cita-cita anak-anaku. Aliana berkata “aku ingin jadi pohon enci..”,  dia lalu tersenyum dan berlalu. Beberapa saat kemudian merevisi ucapannya. “Aku ingin jadi Polwan Enci…bukan Pohon”. Semenjak kejadian di pantai itulah, kadang-kadang aku menggodanya dengan memanggilnya “ pohon”.  Kadang dia sebal dan berkata “ enci….bukan pohon…tapi Polwan…”. Belakangan, dia menggantinya dengan cita-cita menjadi pramugari.

Tanyakanlah kepada guru-guruku di sekolah, siapakah yang menurut mereka gadis paling nakal tetapi sekaligus paling pintar?. Jawabannya adalah Aliana. Siapa yang menurut mereka gadis yang gila (tidak dalam makna sebenarnya)?  Jawabannya adalah Aliana. Siapa juga gadis paling berani tetapi sekaligus rajin kalau disuruh? Jawabannya adalah Aliana. Siapa rekomendasi pertama untuk ikut olimpiade Sains Kuark di Level 2, serentak pasti akan menjawab Aliana. Tanyakan juga, siapa  yang kadang bikin sebal dengan teriakannya, ulah dalam kelas atau bikin perkara dengan orang lain. Salah satu jawabannya pasti adalah Aliana. Aliana adalah perpaduan antara gadis kecil usil sekaligus punya kecerdasan yang luar biasa.

Aliana adalah anak yang berani, itu adalah catatan pentingku untuknya. Seorang guru honor pada hari terakhirnya mengajar di sekolah bertanya kepada anak-anak kelas tiga, “siapa yang jengkel kepada pak guru, silahkan angkat tangan”. Dan Aliana adalah satu-satunya siswa yang angkat tangan.  Saat Mbak Ayu bertanya siapa yang mau membacakan puisi di depan teman-temannya, Aliana juga menunjuk dirinya. Begitu juga dengan pentas seni Pramuka, Aliana adalah adalah pembaca puisi di sela paduan suara kelompok. Aliana tangkas dan cepat sekali ketika bergerak, “Aliana, coba gantikan Hasni ke depan untuk melapor pentas seni” Pintaku kepadanya. Tidak perlu komando dua kali dia segera melakukannya. Keberaniannya untuk menyatakan ketidaksukaannya, bertanya dan mengemukakan pendapat, serta melakukan sesuatu di depan umum tanpa canggung, cukup membuatku takjub.

Tidak hanya berani dalam bertindak, yang membuatku salut dengan anak ini adalah keberaniannya mengakui kesalahan yang dilakukannya. Pernah saat di sekolah, Aliana dengan wajah gugup datang ke mejaku di kelas. “ enci, aku mau mengaku….aku salah enci ,aku sudah melepas kertasnya yang diperpustakaan”.  Aku yang penasaran, atas ulah apa yang membuatnya begitu gugup seperti itu kemudian bergegas ke perpustakaan. “ Aku akan menempelkannya lagi enci…” Ucap Aliana. Ternyata tempelan itu hanyalah kertas hiasan kecil di mading perpustakaan kami. Tentu saja aku tidak akan marah jika tempelan itu lepas, pun Aliana tidak mengaku, mungkin aku tidak akan sadar kalau ada tempelan hiasan itu. Hanya saja keberaniannya mengakui kesalahan kecil yang tidak terlihat itu adalah luar biasa. Semenjak itu, aku mempercayai Aliana, aku yakin dia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Hal inilah yang membantuku tidak terbawa emosi ketika teman-temannya menuduh Aliana mencuri uang ketika kemah pramuka walaupun seolah bukti mengarah kepadanya. Karakter khas anakku ini adalah tidak suka dipojokkan atau dibercandai di depan umum, wajahnya akan berubah sangat ekpresif akan ketidaksukaannya, dan seketika wajahnya yang ceria akan menjadi cemberut. “ Enci tau kamu tidak mencuri Aliana, Enci percaya kamu tidak akan melakukannya tetapi mengakui kesalahan itu menandakan kamu bertanggung jawab”. Ucapku saat duduk berdua dengannya di luar tenda.” Aku tidak sengaja enci…aku pikir itu uangku, makanya aku belanjakan, aku tidak tahu itu uang Tiara”.  Aliana kemudian masuk ke  tenda, dan dengan caranya yang bergurau meminta maaf kepada Tiara, dia menjelaskan bahwa uang Rp. 10.000 itu tidak sengaja dia pakai, dan Aliana berjanji akan menggantinya. Ya, begitulah….Anakku ini, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Banyak pengalaman yang berkesan antara aku dan Aliana. Pada saat persiapan olimpiade Sains Kuark, walaupun terkesan dia tidak peduli dan sering bermain, tetapi aku tahu Aliana membaca banyak komik yang kupinjamkam. “Saya membaca sambil tiduran di rumput enci…” celetuk Aliana suatu waktu. Guru-guru yang mendampingi Aliana lomba kadang marah karena anak ini tidak bisa diam dan suka jalan-jalan. Namun aku lebih suka menyebut orentasi ruang Aliana yang bagus. Dengan mudah dia menemukan dimana sungai tempat mandi pramuka, dengan jeli dia bisa menghafal dan mengerti sandi pramuka yang diajarkan, dan Aliana adalah salah satu anakku yang menguasai dengan cepat sesuatu yang berhubungan dengan kinestetik seperti senam ataupun baris berbaris.

Anak ini pernah mendatangiku di kelas dengan pertanyaannya cukup membuatku kaget dan bingung menjawabnya.  “Enci, benarkah kalau kita minum air orang kriten kita akan masuk neraka?, Katanya enci, air orang kristen itu tidak boleh diminum, jadi enci…kalau kita dikasih air sama orang Kristen, kita tidak boleh minum”.  Aku kemudian menjawab“ Alia…. yang membuat minuman itu boleh diminum atau tidak itu bukan siapa yang memberi, tetapi apa jenis minumannya…. jika misalkanpun orang Islam yang memberiku minuman, dan minuman itu yang memabukkan…seperti cap tikus atau alkohol itu, maka kamu juga tidak boleh meminumnya ya…, dan jika  bukan orang Islam yang memberimu minuman, dan itu adalah air putih biasa, kenapa kamu harus menolaknya”. Aliana diam agak lama dan berfikir, lalu dia berkata lagi  “lalu enci…kenapa ada yang bilang itu tidak boleh diminum…..”. Aku yang agak bingung menjelaskan dengan bahasa anak kecil kemudian hanya berkata “nanti, kalau kamu sudah besar, kalau melakukan sesuatu harus ada dasarnya ya…buat itu… berarti Alia harus banyak ilmunya dan belajar, menurut Alia, jika orang itu baik dengan kita apakah kita harus baik kepadanya?” tanyaku kemudian pada Alia, “Iyek enci….jelas itu,” jawab Aliana tegas. “ nah begitu juga orang yang beragama berbeda dengan kita” mengakhiri penjelasanku.  Aliana memandangku dengan mata tajamnya. Dari ekpresinya aku tau dia tidak puas dengan jawabannku. Dia mangguk-mangguk kemudian pergi berlari. Pertanyaan Aliana paling tidak menggambarkan kekritisannya untuk tidak begitu saja menerima atas apa yang orang lain katakan, untuk anak yang baru berumur sembilan tahun itu adalah sesuatu yang luar biasa.

Aliana adalah gadis petualang yang cepat bosan dengan keseriusan dan aturan. Kadang ini sedikit membuatku emosi jika aku tidak ingat bagaimana cerdasnya anak ini. Dia tidak suka terlalu banyak diatur dan Aliana suka sekali mengekplorasi sekitarnya. “ enci, aku so punya teman banyak dari sekolah lain”,  sambil menyebutkan satu persatu nama baru yang dikenalkannya. “ aku juga so tau dimana tempat baambil air dan babeli enci”. Cerita Aliana di hari pertama jambore ranting kami.  

Konyol, itulah kata enci Muawiyah tentang Aliana, “ seharusnya dia ini diikutkan saja pentas seni melawak, pasti menang”.  Yah, begitulah Aliana, dia sangat lucu dan pencair suasana di satu waktu, dan harus membuat orang lain ekstra sabar di waktu lainnya. “ ayo menyanyi, biar lagunya pendek-pendek” kata pak Lis terhadap regu kelompok putri Moilong. Aliana yang sedang bosan tiba-tiba menyanyi kencang dengan nada seadanya “menyangi, menyanyi…pak guru yang suruh, menanyi…menyanyi…pak guru yang suruh”. Lagu ini kemudian menjadi teman perjalanan regu yang dinyanyikan bersama-sama selama penjelajahan pramuka.

Satu masa aku kesal padanya gara-gara ribut di mesjid, tidak tanggung-tanggung dia ribut dengan menggunakan mikropon mengaji kami yang kedengaran satu dusun, tetapi harus kuakui, kualitas mengaji berlagunya luar biasa. Bahkan nenek Aji, pengajar mengaji di desaku mengakui kenakalan sekaligus kepintarannya melantunkan ayat suci ini.  Saat lainnya dia pernah menendang sandalku karena kesal, tidak menegur dan cuek kepadaku, atau mengekpresikan ketidaksukaannya kemudian berlari, kemudian masa lainnya dia akan memelukku mesra, mendatangi ke kelas hanya untuk mengatakan “ enci…enci cantik sekali, enci baik, enci pintar…”, atau dia memegangku erat dan tidak memperbolehkanku pergi dari mesjid tanpanya. Dengan ulahnya itu, Aliana adalah salah satu anak yang mampu membuatku jatuh cinta.

Sekarang,  aku menjadi guru di kelas empat. Setiap hari ada saja kulihat polah dan tingkahnya yang menggambarkan betapa istimewanya anak ini. Aliana pernah menghibur kami satu kelas dengan menyanyikan lagu cherrybelle yang disambut tepuk tangan teman-temannya, dia adalah pemegang apel busuk pertama di pohon kebaikan kami karena kesalahan di dalam kelas, pemimpin anak-anak perempuan dalam kerja kelompok dan paduan suara, serta bersama Fauzan, Aliana adalah pemegang skor 100 terbanyak di latihan soal yang kuberikan.  Mendapinginya belajar setiap hari adalah sesuatu yang membahagiakan di sisa masa penugasanku di desa.

Menengok semangat…itu adalah Aliana…salah satu anak yang membuatku kembali ke desa dengan segera jika harus ke kota…anak yang membuatku tidak sembarang ajar jika mengajar, membuatku berfikir, bagaimana caranya atas apa yang kusampaikan, anak ini tambah terkesan dengan ilmu pengetahuan…

Semoga, suatu saat Aliana bisa keluar dari desa ini, dan menemukan Wonderland lain  yang membantunya menemukan potensi terbaiknya.

Alianapun membuatku terus belajar….