Delisa, Aku, dan beberapa Makna

Kadang kala, aku suka mengakhirkan isya, bukan karena lalai, tetapi memang sengaja… (gak papa kan ya Rabb), ingin lebih leluasa saja kemudian bercerita dan bercengkrama di kamar miniku tanpa harus di ganggu dengan celotehan nyuruh makan, bahan-bahan yang belum di print, atau diskusi-diskusi politik dan hukum di televisi (akhir-akhir ini tontonannya selalu seperti ini..:). Dan ketika aku ingin bercerita dan berdialog…. aku akan mengakhirkan sholat isya…:)

Aku suka bercengkrama lebih banyak denganNya, karena begitu ajaibanya, entah bagaimana selalu ada saja pemahaman baru yang kudapatkan…. Ah, sungguh luar biasa, walaupun tetap saja aku masih mencoba…

Entah kenapa aku baru berani membaca hafalan sholat delisa, setelah bertahun-tahun paska Tsunami yang membuaku begitu kecewa kepada Rabbku…dan buku ini ternyata luar biasa ya…. bagaimana bisa seorang anak secara sederhana memaknai takdirnya….dan aku sangat suka jika segala sesuatu berjalan dengan sederhana…..(dan Allah selalu memberikan cara dan porsi yang pas untuk mengajari dengan berbagai cara)

” Abi…. Aku mencintaiMu karena Allah..”, hikksss…. membuat air mataku mengalir perlahan…dan begitu terpesona dengan sudut pemikiran anak ini…Delisa…dengan caranya, dengan kesederhanaan anak-anaknya menunjukan kepadaku bahwa hidup itu mudah dan sederhana….Kemudian, aku ingin mengakhirkan sholat isya kembali…hanya ingin bercengkrama dengan sederhana denganMu, sama dengan delisa yang berusaha sujud dengan sempurna.

Aku membuka Laptopku, dan menulis disini…aku tidak ingin melupakan atas sebuah hikmah yang baru kudapatkan…” Mencintai karenaMu itu sederhana”, seperti delisa yang  membuatnya serasa ringan dan tulus kepada Abinya…. yang berkata dari hati dan tidak mengharapkan apa-apa….That the point…” Mencintai KarenaMu itu…tidak mengharapkan apa-apa…

Jadi, ketika aku mencintai abah, mama, kakak, adek, keluarga, sahabat-sahabatku, ilmu, dan setiap makna yang kudapatkan…. aku mencintai karena Allah…maka aku tidak mengharapkan apa-apa….
Ah, susah sekali si pemahaman ini kudapatkan, ku mengerti, dan kuresapi…seperti delisa yang begitu sederna dalam belajar sujudnya yang sempurna….

Seperti Delisa yang sederhana mencerna…seperti juga sebait yang penuh makna

” Engkaulah alasan semua kehidupan ini, Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan itu juga akan kembali kepadaMu. Kami hanya menerima titipan, Dan semua itu ada sungguh karenaMu”  (Hafalan Shalat delisa:196)

Seperti delisa yang menguatkan diri

” Bagi Delisa, hari lalu sudah tutup buku. Ia siap meneruskan kehidupan. Tak ada yang perlu di cemaskan, tak ada yang perlu di takutkan. Delisa siap menyambung kehidupan, meski sedikitpun dia belum mengerti hakikat hidup dan kehidupan” (hal.157)

Air mata mengalir lembut di pipiku ketika ku membayangkan sosok delisa, mencoba menjadi dirinya yang sederhana…. berada di tenda pengungsian, atau memeluk Abinya yang sedang mengadu kepada Rabbnya…. bagi delisa…hidup itu bukannya sederhana…Delisa berfikir,kenapa pemikiran orang dewasa begitu rumitnya dan sering berfikir yang aneh-aneh, kenapa tidak mempercayakan saja kepada Allah…. (dan delisa mengajarkannya kembali kepadaku malam ini..).

Seperti beberapa hal yang berusaha di cerna dengan dashyatnya oleh hati dan pikiran seorang hamba…. dan ini adalah sebuah proses yang terus berlanjut hingga nafas paling akhir menyertaiku kan ya Rabb….

Dan malam ini…air mataku kembali mengalir membaca kembali ilmu yang diberikan secara tidak sengaja oleh seorang teman kepadaku…Mewakili perbincangan dengan Engkau akhir-akhir ini ya Rabb:

“Guru, hidup ini sebenarnya pilihan atau ketentuan?”

“Hidup ini seperti sebuah jalan yang telah ditentukan oleh-Nya dimana engkau start dan finish. Tak ada pilihan disini. Dalam perjalananmu itu nanti engkau akan bertemu dengan apa saja dan siapa saja, yang juga telah ditentukan oleh-Nya. Terima saja itu. Mungkin engkau bertemu dengan orang yang tidak tepat menurutmu, tapi bisa jadi justru lantarannya engkau akan bertemu dengan orang yang tepat. Engkau akan bertemu dengan apa saja dan siapa saja, yang engkau sukai atau tidak. Yang engkau harapkan atau tidak. Yang kurang dan yang lebih. Yang menyakitkan dan yang menggembirakan. Begitulah hidup: bertemu dengan apa saja dan siapa saja, dan lalu kau menyikapinya. Tak ada pilihan disini.”

“Berarti, Guru, hidup ini adalah ketentuan…”

“Ya benar. Tapi terhadap semua ketentuan-ketentuan tadi, engkau lah yang memilih penyikapannya. Ketika dalam hidup ini engkau bertemu dengan sesuatu yang tidak engkau sukai, menyakitkan, merugikan, apakah engkau akan bersedih atau gembira, itu pilihanmu. Saat engkau mendapati bahwa orang tuamu adalah sosok yang tidak engkau inginkan, misalnya, engkaulah yang memilih harus bersikap bagaimana.”

“Jadi, Guru, pilihan-pilihan penyikapan kita terhadap ketentuan-ketentuan tadi itu tidak ditentukan oleh-Nya?

“Sementara ini aku jawab, iya.. Tapi kelak, jika Dia menghendaki, engkau akan tiba pada satu titik dimana kesadaran mu tidak bisa menolak bahwa semua ini adalah ketentuan-Nya. Bahkan selembar daun kering tak kan gugur tanpa perkenannya.

“Jadi harus bagaimana, Guru”

“Jalani saja hidupmu, terima semuanya, menjadilah seperti samudera. Dan lalu pilihlah sikap yang baik terhadap apa saja dan siapa saja yang datang di kehidupanmu. Percayalah, Gustimu itu baik padamu. Ini memang tidak mudah, tapi akan lebih sulit jika engkau mengabaikannya..”

… dan kesunyian pun merambati punggung malam.. (Risma dan statusnya)

Aku masih belum mengerti, dan tidak tau sampai kapan baru mengerti…. hanya saja… yakin bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja….

Alhamdullilah ya Rabb

MencintaiMu….:)

Think Less, Feel More

Think Less, feel more… ini adalah prinsip kabahagiaan yang saya pelajari hari ini… bahwa kadang kala mengurangi berfikir macam-macam dan lebih banyak merasakan saja… merasakan betapa banyak nikmat yang tuhan kasih sama kita, merasakan banyak sahabat yang rela bebagi, banyak mimpi yang pelan-pelan sudah tercapai, atau banyaknya persitiwa dalam hidup yang membuat kita menjadi lebih baik…. Kata bapak itu… rasakan  itu di dalam hati mu….

Kebahagiaan itu letaknya di sudut jiwa paling dalam yang namanya hati… buat apa kita mengukur kebahagiaan dengan standar orang lain, tapi ukurlah kebahagiaan dengan hati mu…

Think less, feel more… pengibaratan bahwa di suatu titik kita hanya butuh buat syukur entah apapun kondisi kita…karena bedanya orang syukur sama gak terletak pada penerimaan. Toh, sama-sama punya masalah, bedanya adalah pilihan untuk menghadapinya dengan positif atau bermuram durja…

Tidak sampai sepuluh menit saya mendengarkan bapak itu bercelutuk…tapi  langsung jeeessss…menusuk kehati, dan seolah memberi mutrisi pada jiwa… (Jiaahhh…bahasanya)… Pokonya senang saja mendapatkan ilmu yang sebenarnya sebagai anak psikologi sudah tamat (haa..tapi saya juga kan manusia)

Ah, ingin menulis saja sebagai edisi penutup malam….

Jadi ya Rabb…terimakasih ya… terimakasih atas sentilan-sentilah kecil hari ini
Yang Insya Allah akan menjadikanku lebih dewasa

Yuksss

Karena setiap detik sangat berarti…mari kita nikmati dan memaknainya (Edisi masih saja nakal)