Beberapa minggu lalu, saya berkunjung kembali ke SDN 27 Desa Belaban Tujuh, masih menjadi desa favorite saya karena banyak aura positif di dalamnya. Kali ini saya ke sana dengan formasi lengkap. Koordinator kabupaten, fascam dari kecamatan Nanga Tayap, dan tiga kader yang membantu memfasilitasi di tiga desa. Intinya kami semua berbondong-bondong ke sana karena ingin belajar bagaimana sekolah ini membangun kerja sama di pendidikan.
Tentu saja kami mendapatkan ilmunya, komite sekolah, guru-guru, dan perangkat desa sangat terbuka dengan kedatangan kami. Sayapun mendapatkan suntikan semangat baru melihat desa ini. Emm, secara ya, setelah bertubi-tubi aura negatif di beberapa tempat (Lho…jadi curhat).
Apa yang baru dari SDN 27, kali ini anak-anak membawa piring,gelas, dan sedotan dari bambu untuk mereka makan dan minum sehari-hari. Prakteknya, ketika anak-anak akan belanja di kantin sekolah, mereka membawa sendiri piring dan gelasnya. Ide ini muncul karena anak-anak sering buang sampah sembarangan, ya namanya anak-anak, dikasih tau hari ini besoknya buang sampah lagi. Lalu datanglah ide sederhana tetapi signifikan mengubah pola tingkah anak. Selain sekolah lebih bersih, anak kemudian juga belajar untuk menjaga dan merawat barang yang mereka miliki sendiri. Mencuci bekas makanan, dan sedotan bambu yang mereka gunakan bisa dipakai berulang-ulang.
Selain itu, sekolah ini juga membuat layar LCD dari spanduk bekas dan pipa paralon, keren yak!! Emang kalau dasar niatnya mendidik anak dengan benar, pasti akan ada ide-ide kreatif muncul. Senang sekali berada di sini. Bagaimana dengan kegiatan desa dan pendidikan?, saat dua atau tiga bulan lalu saya ke sini, desa sedang merintis TPA, sekarang sudah puluhan anak yang terdaftar menjadi murid dengan jumlah guru lebih dari 10 orang.
Desa ini, sekali lagi memberikan pembuktian kepada saya, bahwa ketika masyarakat sadar mereka berdaya, mereka tidak butuh pemerintah untuk maju, mereka akan memberdayakan diri mereka sendiri, dan mencari cara agar terus bisa maju.