Refleksi

“Tuhan memberikan kita pengalaman, agar kita berefleksi (Rahmi Yunita, 2022)”

Dibicarakan dengan santai, ku dengar dengan sekilas sambil bekerja. Namun sejekab membuatku menghentikan aktivitas. ” Refleksi itu harus diluangkan, karena orang dewasa belajar dari pengalaman” lanjutnya kemudian. Seperti John Dewey bilang we do not learn from experience, we learn from reflection.

Refleksi menjadi kata-kata yang begitu sering baca, dengar, dan tulis belakangan. Sebagian besar karena urusan pekerjaan, sebagian lagi karena urusan personal. Rupanya, semakin tua seseorang tidak menjamin bahwa memaknai pengalaman seharusnya dapat membuat seseorang lebih baik. Sesederhana mencoba unlearn pattern and learn pattern, bahwa jika kebiasaanmu tidak membuat lebih baik, maka cobalah belajar pola yang baru. Sederhana, tapi begitu sulit dibiasakan.

Refleksi…

Seseorang bilang dengan tegas kepadaku “Kamu ada di sini.. bukan di masa depan, bukan di masa lalu” coba rasakan sekitarmu, fokus!” Populernya katanya mindfullness, tapi mungkin bagiku adalah belajar untuk menyelesaikan dengan sabar satu persatu. Seperti mudah dilogikakan, tapi lagi-lagi sulit untuk dibiasakan.

***

Tulisan yang mungkin tidak selesai, karena aku-pun mencoba merefleksikan!

Mereka yang Merebut Hati Murid

Aku merinding, terharu dan hampir menangis saat memimpin sebuah sesi fasilitasi bersama beberapa kepala sekolah keren. (Frasa yang agak berlebihan, tapi begitulah!)

Sambil terus berharap pemimpin seperti merekalah yang ada di ujung-ujung desa terpencil, tertinggal dan terluar. Cermin dari sebagian besar sekolah yang ada di Indonesia.

Kebetulan semua kepala sekolah di kelompokku adalah perempuan.

Kekagumanku bertambah, bahwa pemimpin keren bukan hanya untuk kaum adam. Membayangkan kompleksitas sekolah yang mereka pimpin membuat aku sadar bawah mereka memiliki jiwa untuk murid, murid, dan murid. Sehingga apapun masalahnya, bisa diselesaikan dengan tenang.

” Ibu-ibu, jika boleh diceritakan, apa moment paling berkesan, paling menyentuh, paling tidak dilupakan selama menjadi guru”.

Satu-persatu jawaban mereka membuatku sungguh terharu.

” Ada seorang anak yang bilang kepada saya, I want to be like you. Setelah besar saya bertemu lagi dengannya, dia ternyata menjadi guru”

” Saya punya anak didik yang saya dampingi dari dia kecil hingga SMA sekarang. Anak berkebutuhan khusus (sekolah di SLB), dari kecil biasanya selalu mencari saya di sekolah. Termasuk jika membeli bakso, dia akan ingat saya. Saat vaksin kemaren di sekolah, dia tidak mau disuntik. Katanya, hanya mau disuntik oleh saya”

” Saya mengajar di asrama dengan anak-anak dari semua daerah. saat wisuda biasanya orang tua akan datang dan menemani anaknya. Seorang anak yang dekat dengan saya menulis surat dan berkata: Ibu, maukah jadi pendamping wisuda saya”

” Semua moment bersama anak sangat berkesan bagi saya. Salah satu yang sangat berkesan, saat murid saya menjadi dokter. Orang tuanya kemudian berkata kepada saya, terimakasih. Ini karena jasa saya. Ini sangat tidak terlupakan”

” Saya punya anak yang selalu bermasalah di sekolah. Suka merokok,sering kali dia marah kepada saya karena saya keras dan menegur dia. Yang paling berkesan, setelah dia lulus.. anak ini menghampiri dan bilang.. Ibu, terimakasih sudah sabar dengan saya”

***

Mendengarkan cerita mereka, membuatku sedikit demi sedikit lebih memaknai perkerjaan baruku ini.

Semoga saja, ada anak-anak yang terus lebih baik belajarnya ya!