Saraba dan Kehangatan

 

Malam ini aku agak kedinginan ketika enci siti Har, menyajikan ubi dan saraba di hadapanku. ” ini minuman khas Bugis yanti, enak kalau diminum dingin-dingin”

Saraba adalah minuman tradisional yang cukup sering dibuat di kampungku. Mudah cara membuatnya, percampuran antara susu atau santan, gula merah dan jahe dengan kompisisi tertentu. Biasanya orang-orang akan meminumnya dengan makanan pendampimg ubi atau pisang goreng. Saraba memang punya efek menghangatkan dan melegakan tenggerokan. Ini termasuk makanan khas Bugis yang cukup bisa kunikmati. Kampungku untuk urusan makanan berada di peringkat pertama kemewahan dari lima daerah penempataan pengajar muda lainnya. Tumpah ruah dan menggiurkan, namun sayangnya tidak semua aku bisa menikmati kelezatan ini. Cumi, kepiting, kerang, Papeda, Sinole atau beberapa jenis sayuran umumnya aku lewatkan begitu saja. Lidahku hingga masa kepulanganku rupanya belum bisa bertoleransi.

Aku mengenal Saraba pertama kali ketika kepala sekolahku membawakan seteko Saraba dengan riang dihadapanku. “ ini enci…. sambil diminum, buat bakerja”,. Busyet…minuman sebanyak itu aku disuruh menghabiskan. Atas nama ketulusan senyum pak Jamal yang spesial membelikan untukku, aku kemudian mencicipinya sedikit. Kala itu, untuk udara yang sangat panas, minuman ini terlalu luar biasa di tenggorokan. Saraba kemudian menjadi nyantol di kepalaku sebagai minuman unik yang sebenarnya amat enak jika disajikan sesuai kondisi.

Enci Siti Har dan Saraba

Enci Siti Har adalah andalan koki sekolah kami

Enci Siti Har adalah andalan koki sekolah kami

 Beberapa hari lalu Enci Siti Har, Guru kelas lima datang ke rumahku. “ yanti….kapan kamu bamalam ke rumah, kamu orang sudah mau pulang…, tak tau lagi ya…kalau kamu sudah pulang ke kampung, kapan lagi saya bisa melihat kamu”. Sambil menatapku, Enci Siti Har kemudian berlalu sambil menangis. Akupun akhirnya datang dengan niat bermalam di rumah enci, sekedar mengobrol dan melunasi janji pikirku. Bersama Ida aku menginap di sana. Enci sudah memasak makanan yang banyak untuk kami. Ayam masak lombok merah yang menggiurkan, mie goreng, juga ikan kuah. Aku sampai tambah berkali-kali karena kelezatannya.

“Banyak sekali makanannya enci” Ucapku kepada Enci

“ sudah mi, makan saja yang banyak, kapan lagi kita bisa makan bersama” Sahut Enci

Enci Siti Har benar, kapan lagi kami bisa bersama makan seperti keluarga seperti ini. Enci Siti Har adalah salah satu orang yang dari dulu amat baik kepadaku. Berkali-kali menyuruhku tinggal di rumah atau hanya sekedar bermalam. Malam ini Enci kemudian menambahkan minuman saraba untuk menemani kami ngobrol di sisa waktu.

Terimakasih Enci, atas kehangatan dan perhatiannya 🙂

Tinggalkan komentar