Cerita Tentang Associate Auditor

Sabtu kami memang tidak berharap ada klien, karena tumpukan pekerjaan dari salah satu klien terbesar kami bulan ini harus diselesaikan. Mereka yang bersaing untuk lolos seleksi di posisi Associate Auditor. Tanggal 10 kemaren adalah hari yang riweh di kantor kami, karena konon bank ini ingin calon yang lolos adalah yang terbaik. Saya membaca job dis pekerjaan yang diberikan kepada kami saja pusingnya ampun-ampunan dan butuh orang yang amat detail, tahan banting, gak cepet stres dan bisa mengelola emosi yang bisa dengan baik mengelola pekerjaan ini. Saya, tidak berminat deh di pekerjaan ini walaupun gajihnya ampun-ampunan. Yah, begitulah manusia hemat saya, karena setiap orang unik, ada orang-orang yang suka pekerjaan njelimet seperti itu, berusrusan dengan kehati-hatian uang, pelaporan, dan tantangan mencari celah benar atau tidak. Dan ada juga yang seperti saya ini, yang lebih suka menjadikan segala sesuatu sederhana semenjelimet apapun urusan..nah, tapi prosesnya itu yang harus bener-bener belajar.

Memperlajari karakter 24 klien secara tidak langsung adalah yang paling menyenangkan dari pekerjaan di lembaga psikologi walaupun untuk bagian rekomendasi di terima atau tidaknya itu yang sulit. Dari 24 orang terpotong 7 orang karena IQ, jadi sebenarnya kami hanya benar-benar mengamati 17 orang. Baik hasil gambar, inventori, ataupun detail tes kecerdasan. Rekan saya bilang, kita ini hampir seperti sekolah profesi kembali, dan dia menggaris bawahi sekolah profesi mungkin tidak sedetail ini. Menghubungkan angka demi angka untuk memprediksi, melihat kelebihan dan keurangan, menganalisa kemungkinan masalah dan menebak apa yang terjadi di masa lalu klien kami, itulah yang saya dan rekan saya lakukan daam diskusi panjang kami. Mungkin ini jauh lebih mudah jika otak kami bukan terformat klinis tetapi industri yang jauh lebih simpel jadi kadang-kadang kecendrungan analisa malah terlalu di luar konteks. Tapi sekali lagi setiap orang itu unik ya..itu yang saya tangkap setelah melihat puluhan gambar, cara tulisan, arah goresan, posisi dan banyak hal lainnya selama kurang lebih dua bulan saya berurusan dengan pemeriksaan psikologi.

Sebenarnya ketika seseorang gagal di suatu pekerjaan bukan berarti dia bodoh, tetapi secara kepribadian belum tentu dia cocok, bayangkan saja umpamanya jika seseorang yang jiwa lapangan ternyata di tempatkan di administrasi gudang, bukannya bisa jadi pemicu stres kerja tu, walaupun bisa jadi seseorang akan menyesuaikan diri, tetapi pada akhirnya pekerjaan tidak menjadi sesuatu yang bisa dinikmati. Seperti karakter seorang klien kami yang mencoba kami raba, kecendrungan dominant, tipikal pemimpim, selalu ingin berprestasi, lebih suka memiiki otonomi bebas dan kurang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kedetailan pekerjaan. Walaupun secara intelektual dia superior, tetapi secara kepribadian sebenarnya kurang cocok untuk bekerja di posisi associate auditor dengan segudang tanggung jawabnya yang cenderung detail, kaku, dan memiliki norma-norma yang pakem harus dipatuhi. Lalu kami sepakat untuk tidak menyarankan orang ini di posisi tersebut. Dulu pernah ada seorang teman yang bertanya bagaimana trik dan tipsnya lolos tes psikologi (hee…orang saya yang tes juga jarang berhasil kok), pertanyaan yang saya ajukan biasanya selalu sama…kamu senang bekerja dengan tipekal pekerjaan seperti itu? , atau tipekal pekerjaan itu adalah kamu banget??? Karena saya yakin kalau dari segi kemampuan teman saya ini pasti lewat, tinggal apakah kepribadiannya saja lagi cocok atau tidak. Biar pekerjaan itu tidak hanya sekedar rutinitas dan penyelesaian tanggung jawab tetapi bisa dinikmati dan bikin bahagia. Begitu juga dengan 17 orang yang mungkin akan gugur pada tahap ini…saya berharap mereka bisa menemukan apa yang memang sesuai dengan diri mereka dan gak cuman sekedar materi dan materi. Kembali kepada proses, bukannya gender ni ya, hanya saja mungkin pekerjaan tipekal ini lebih cocok untuk para kaum adam. Mengingat tugasnya yang seabrek dan rentan mendapatkan tekanan mana-mana, apalagi kadang harus berpergian ke beberapa daerah yang cukup jauh dan ketika menemukan temuan-temuan yang riskan bisa jadi membawa tekanan psikologis kepada sang wanita. Apalagi misalkan dia suatu saat menikah, dan punya anak..wah..wah saya gak ngebayangin…makanya juga mungkin hampir yang lolos adalah laki-laki.

Eits, bukan berarti tidak ada wanita lho…Ada juga seorang wanita yang akhirnya kami sarankan, merupakan Klien favorite rekan saya karena kepribadiannya yang begitu unik sampai teman saya bilang ” sama wanita ini ya, cowok harus benar-benar lebih, dan dia harus benar-benar jatuh cinta baru dia nurut takluk”, bagaimana gak…kecerdasan gak usah ditanya, semangat prestasi tinggi, dominant pula, cenderung menguasai, tipekal pemimpin dan ini yang membuat sosok ini tidak seimbang afiliasi terhadap lingkungan kurang sekali (yang dalam skor tes nilainya 0, wah.kalau sampai nol mah… Itu serasa gak butuh orang lain). Karena kepentingan kamikan mencari associate auditor yang oke bukan seorang calon istri maka no problemo, apalagi sikap kerjanya juga mendukung. Rekan saya bilang wanita ini ya….seperti tidak butuh lelaki…. Hemmmm…Kalau menurut saya si, mungkin saat ini iya, hanya saja suatu saat dia pasti butuh imam yang bisa membimbing dan tempat bersandar bukan…. Dan kesimpulan saya adalah jika dibalik laki-laki sukses ada peran seorang wanita di belakangnya, tapi di balik wanita sukses ini mungkin nanti akan ada laki-laki ” gila” (yang maknanya tidak harus negatif) yang siap mendampinginya.

Kadang-kadang saya kagum dengan penelitian psikologis yang sebegitunya bisa memprediksi manusia tapi kadang-kadang juga saya cukup mengkitisi, cuman mau gimana lagi, alat ukur yang cukup objektif untuk melihat kemampuan seseorang yang belum kita kenal adalah dengan psikotes, jadi sayapun beberapa hari ini kembali mengkaji gambaran-gambaran kepribadian dari buku-buku kuliah saya dulu. Benar kata ketua lembaga saya, lama-lama kamu tidak akan butuh lagi yang namanya buku karena di tempa sama yang namanya pengalaman dan dulu seorang dosen pernah bilang, akan menjadi ahli jika sudah menganalisa 10.000 gambar….Whuaaahaaa….berapa tahun saya harus melakukan itu. Ini juga kata dosen saya dulu ” orang psikologi pun” sebelah kakinya bisa keneraka. Saya takut jika salah memberi angka, saya takut jika tidak benar menganalisa, dan hanya dengan satu kategori (tinggi atau rendah) bisa membuat seseorang masuk kategori disarankan atau tidak. Walaupun hasil dari kami akan diperiksa kembali oleh ibu sebagai finishing akhir hanya saja proses pemberian derajat terhadap seeorang itu yang butuh pemikiran dan kehati-hatian. Kemudian terus mengatakan kepada diri sendiri bahwa realistis itu berbuat yang terbaik di titik ditempat kita berada agar saya tidak alpa, agar saya secapek apapun tetap bisa memberikan penilaian yang paling objektif. Makanya saya sering sekali bertanya kepada rekan saya yang menurut saya masalah gambar dan mengubungkan dinamika satu sub tes ke sub tes lain jauh lebih jago…. (So, catatan pribadi saya, saya harus lebih banyak latihan dan mencocokan teori dengan temuan lapangan). Semoga memang yang menjadi rekomendasi lembaga kami bisa melakukan yang terbaik di pekerjaan mereka nantinya. Trimakasih ya Rabb, mengijinkan mengenal banyak warna dunia.

Alhamdulillah

1 Komentar (+add yours?)

  1. sumber inforamsi dan teknologi
    Jul 17, 2013 @ 05:17:35

    wah saya ada interview Associate auditor di BRI besok… ternyata standarnya tinggi sekali untuk menempati posisi itu ya… hehehe

    Suka

    Balas

Tinggalkan komentar