Dan saya pun ingin menangis….

Siang hari dua hari yang lalu saya kedatangan dua anak spesial dari pelaihari,disela-sela kami mulai bisa bernafas dengan laporan dengan salah satu bank, dari rumah sakit kemudian menelfon dan meminta bantuan… Jadi yanti, kata ibu…anaknya berkebutuhan khusus, di tes aja sama CPM atau Binet…guru-guru ini datang dari Pelaihari, kasian kalau besok harus balik lagi ke Banjarmasin (perjalanan 2-3 jam). Menutup telpon, saya hanya bersuara di dalam hati…” kenapa harus anak berkebutuan khusus lagi”.

Saya mempersiapkan alat tes untuk anak, dan betapa kagetnya saya ternayata yang datang memakai seragam abu-abu dan biru. Seorang remaja perempuan bernama Yanti berumur 19 tahun (sama seperti nama saya) sekarang di bangku SMA dan Anto yang duduk di kelas 1 SMP dan berumur 17 tahun.  Ternyata anak berkebutuhan khusus yang dimaksud ini sudah berusia remaja.

     Mereka berasal dari Sekolah Luar Biasa di Pelahari, datang ke Banjar untuk di tes kemampuannya mengikuti lomba tingkat nasional untuk anak berkebutuhan khusus di Mataram. Kalau Anto ini kemaren sudah lulus sampai tingkat provinsi, dia bakalan main drum mbak…kategorinya anak tuna laras (saya mangguk-mangguk sambil mengumpulkan jejak informasi soal anak tuna laras), sedangkan ini tuna grahita dimana anaknya mempunyai kecerdasan dibawah rata-rata (sambil menunjuk Yanti). Untuk mengikuti lomba ini, kami perlu rekomendasi dari psikolog buat menjelaskan bagaimana kedua anak ini..soalnya ada tahun kemaren, ada peserta ikut lomba untuk anak Tuna Grahita padahal dia anak normal ketahuan dan di diskualifikasi.

Saya meminta mereka masuk ke ruangan dan menyuruh menggambar pohon dan manusia, kemudian menggambar warteg… Ok, secara umum saya sedikit mempunyai gambaran tentang kemampuan mereka. Sayapun meminta Anto keluar dan saya bersama Yanti untuk melaksanakan tes kecerdasan. Yanti memang terlihat bingung dengan intruksi panjang dan tidak sederhana, dia juga bermasalah dengan pola memori namun untuk perbendaharaan kata sepertinya bersekolah di SLB adalah pilihan yang tepat karena ia cukup baik untuk memahami beberapa hal. Yanti baru bisa Bassal di usia setingkat anak 6 tahun, yang saya gambarkan bahwa proses belajarnya memang lambat dan butuh kesabaran serta terus latihan. Jika dilihat dari fisik mungkin tidak terlihat, karena ia seperti layaknya anak normal lainnya. Cantik, dengan senyum manis ditambah kerudung putihnya yang dipakai dengan hiasan bros. Gurunya menjelaskan bahwa pada awalnya Yanti bersekolah di sekolah normal tetapi terus tidak naik kelas makanya akhirnya di letakan di SLB.

Setelah menapatkan gambaran tentang kecerdasan Yanti, sayapun menyuruh Anto masuk dan mendapatkan sedikit penjelasan tentang latar belakang keluarga Anto dan dia masuk slb dengan diagnosa Tuna laras. Saya berbicara dengannya dan dia bercerita….ceritanya hampir membuat saya menitikan air mata seketika itu juga. Ada luka di tangannya entah karena apa, badanna hitam dan terlihat kurus..tapi dia tetaplah seorang anak. Anto bilang tidak pernah bertemu dengan orang tuanya, ia tinggal di rumah kakek neneknya. Anto memanggil saya ibu dengan malu-malu. ” Pas SMP awalnya sekolah negeri biasa bu, trus ada yang mukul saya, gak tau kenapa…saya balas lalu orang tuanya datang dan akhirnya saya di keluarkan”. Setelah keluar sekolah Anto bekerja di tempat sepeda, “awalnya saya digajih lima ratus ribu, trus banyak yang masuk jadinya cuman dikash 200.000” (Bagian ini yang membuat saya ingin menangis..begitukah pendidikan di negara ini, bukan untuk mereka yang berstatus papa…bukan untuk mereka yang membutuhkan perhatian khusus..apakah pada akhirnya pengajar lebih memilih menyerah dan mengambil keputusan praktis untuk mengeluarkan hingga dia harus terjajah untuk bekerja dan terus berstatus miskin). Saya memikirkan nasib banyak anak Indonesia lainnya, saya memikirkan banyak orang miskin di sekitar saya yang bernasib sama…lalu saya sendiri belum bisa berbuat banyakkk….dan sayapun akhirnya ingin menitikan air mata di depan simbol ketimpangan kesempatan di negara ini…

Dan Allah tidak menutup mata…itulah pandangan saya siang itu…. Allah mempertemukan Anto dengan penjual pentol (bakso) yang kemudian memperkenalkannya kepada sekolah luar biasa, Anto kemudian disuruh sekolah disana dan ia bersedia…. Saya bangga dengan anak ini betapapun dia di cap nakal oleh lingkungannya hanya saja sampai titik ini dia mampu membuktikan bahwa dia pelan-pelan bisa mencapai prestasi. Dengan senang hati saya memberikannya rekomenasi untuk bisa mengikuti lomba di Mataram untuk lomba tingkat nasional.

Setiap anak itu spesial kan ya Rabb…Saya begitu suka kata-kata Dewi Yull yang dianugrahi anak berkebutuhan khusus oleh Mu… Dia bilang ” Allah berarti menganggap saya mampu untuk mendidik dan membesarkan anak dengan kebutuhan seperti ini”. Hah…. Saya masih meraba Rabb ku, kenapa engkau mempertemukan hamba dengan orang-orang seperti mereka..terus menerus secara intens akhir-akhir ini…hingga energi seolah sangat terserap untuk menerima uniknya perbedaan. Namun…Rabb ku…engkau pasti tau apa yang harus hambaMu ini pelajari…jadi, Apapun….Alhamdulillah 🙂

Semoga hati ini selalu tulus dan iklas serta mengerti dengan sederhana….

Tinggalkan komentar