Mengintip Tidak Hebohnya Asean Para Games


Mengutip salah satu pernyataan Wahdina, atlit renang penyandang cacat yang menumbangkan mendali perunggu untuk Indonesia di Asean Para Game ke 6 di Solo yang menyatakan bahwa “tolonglah walaupun kita penyandang cacat, fasilitasnya juga diperhatikan, kok sepertinya tidak seperti Seagames  padahal juga sama-sama event international”

Pertanyaan mendasarnya adalah apakah pertandingan olah raga untuk penyandang cacat tidak semenarik seagames?. Sponsor utama yang sangat terbatas, pembangunan fasilitas yang tak seheboh seagame, pembukaan yang hanya dihadiri wakil presiden, tak ada telivisi yang menyiarkan langsung pembukaannya apalagi pertandingannya dan Lagu Indonesia yang berdentang karena pundi-pundi mendali seolah hanya bisa didengar di stadion, lapangan atletik, atau kolam renang seolah dengan penonton yang terbatas… Apakah sebenarnya nasionalisme tidak bisa ditularkan oleh mereka yang menyandang cacat?

Tak ada ide untuk melanjutkan tulisan ini… hanya saja, melihat dengan sekilas berita-berita tentang penyandang cacat itu, justru lebih membangkitkan rasa ingin berbuat sesuatu untuk bangsa ini… Mereka yang keterbatasan fisik, menangis saat lagu Indonesia berkumandang, menunduk dengan haru saat bendera di bentangkan, dan masih bisa mengatakan ini untuk Indonesia… Well, pengingat ampuh bagi kaum muda seperti kita tentunya… Banyak keistimewaan kepada manusia yang lengkap secara fisik untuk terus bermanfaat, lalu… sudahkah kita melakukannya…. Semoga saja, penghargaan kepada mereka yang duakali ektra ini… juga sama seperti atlet-atlet yang menjadi jawara di Seagames…

Berjuanglah Terus dengan luar biasa…. Terimakasih J

One Fine Date…Jadi Berfikir Soal Pendidikan.


Ini adalah salah satu film  keluarga yang memberikan pesan moral yang baik bagi penontonnya. Dibintangi oleh Geogre Clooney dan Michale Pfiffier sebagai tokoh utama yang mempunyai latar belakang berbeda dengan kasus yang sama. Mereka  telah bercerai dengan pasangan masing-masing dan memiliki satu putra dan putri. Jack (Clooney) adalah wartawan sukses yang berhasil membongkar kejahatan walikota, sedalangkan mel (Priffrer) adalah arsitek andalan dari perusahaan konstruksi. Pada suatu pagi, mereka berdua harus megantarkan anak mereka pergi ke pelabuhan untuk pergi berwisata dengan kapal.. menumpang satu taksi yang sama, dan ternyata menaiki kapal yang salah sehingga anak mereka ketinggalan wisata… sehingga mau tidak mau mereka berdua harus menjaga anak mereka seharian diantara kesibukan dan dateline kerja masing-masing.

Kualitas orang tua akan terlihat di film ini, mengambil jeda diantara banyak prioritas dengan tidak mengorbankan anak. Tidak apatis dengan pendidikan dan mementingkan kualitas dari sebuah hubungan… Di film ini beberapa kali jack dan mell yang dikejar waktu, berhenti sejenak untuk menjelaskan dan membuat anak mereka mengerti. Mengandalkan komunikasi bukan perintah agar anak menuruti perkataan mereka. Dan yang paling penting adalah pemahaman bahwa anak adalah prioritas yang harus diutamakan.

Ini mungkin seharusnya menyindir perfilman di Indonesia yang filmnya kebanyakan amat jauh dari kultur dan kebiasaan bangsa ini.. bukankah mengutamakan kepentingan anak dan keluarga adalah kultur wanita indonesia. Hanya saja arus hiburan sekarang secara tidak sadar menyerang frame kognitif kalangan wanita bahwa karir adalah hal yang paling utama.. Sementara di dunia belahan barat sana, mencoba memberikan edukasi bahwa walaupun wanita dan laki-laki mempunyai kehidupan karir yang cemerlang, memberikan prioritas utama terhadap keluarga adalah hal utama.

Film adalah media edukasi yang luar biasa untuk mempengaruhi pemikiran seseorang, karena seseorang secara sadar akan diajak untuk berusaha menyelami isi dari tontonan, dia tidak dipka untuk larut dalam suatu keadaan. Beda dengan hukum yang sifatnya sudah sangat memaksa… Kadang kala walaupun seseorang menurutinya, butuh waktu lama untuk menjadi cara pandang yang membawa kepada nilai-nilai hidup seseorang. Bayangkan jika tontonan yang diberikan kepada generasi muda hanya berkutik soal masalah, percintaan, kemewahan, kekerasan, gaya hidup, dan kemajuan jaman yang tidak membumi… tanpa diimbangi dengan tontonan berkualitas yang mengajarkan  kerja keras, pengorbanan, mimpi, disiplin, atau penghargaan kepada sesama..Banyak orang mengatakan hidup harus diimbangi dengan ilmu agama yang baik, hanya saja pertanyaan mendasarnya adalah jika mereka belajar agama disuruh atau dipaksa yang bentuknya doktrinasi, apakah sangup melawan tontotan-tontonan yang dikemas dengan menyenangkan dan  membuat ketagihan.. Mungkin, PR kita bersama adalah menyajikan edukasi yang menarik untuk generasi muda… agar imbang menghadapi banyak hal tentang dunia yang negatif tetapi menyenangkan.