A. Pendahuluan
Di dalam pendekatan tradisional, pendidikan ditekankan pada penguasaan dan manipulasi isi. Para siswa hanya menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal tempat, dan kejadian. Dimana mereka memperlajari mata pelajaran secara terpisah satu sama lain, mereka juga hanya dilatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan berhitung (Johnson, 2009). Siswa seolah hanya menjadi cawan penerima ilmu dari pihak luar sehingga model penilaian yang dilakukan terkesan sangat sederhana dan hanya menekankan pada aspek-aspek yang dangkal dari kognitif.
Sekarang para pakar pendidikan, orang tua, ataupun masyarakat secara luas mulai menyadari bahwa pendidikan tidaklah cukup hanya dengan model tradisional seperti itu, sehingga paradigma pendidikan pada akhirnya sekamin bergeser pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap maksud dalam materi akademis yang mereka terima, mampu mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya serta mampu mengaplikasikannya ke dalam dunia nyata.
Paradigma pendidikan tentu saja tidak hanya berorentasi pada hasil akhir saja yang pada akhirnya mengarah kepada pencapaian prestasi akademik berupa skor tinggi dalam ujian atau nilai yang baik dalam ujian tes standar. Dewasa ini pembelajaran kepada seorang siswa tidak hanya ditekankan pada transfer pengetahuan dari seorang guru kepada murid tetapi juga pada sejauh mana murid dapat memaknai pengetahuan yang di dapatnya. Lebih jauh murid pun dapat lebih mandiri dengan kehidupannya dan dapat membangun kerja sama dengan orang lain untuk kesuksesannya.
Dalam pola belajar mandiri, siswa diajak untuk mengkaitkan tugas sekolah mereka dengan kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari disini maksudnya adalah kehidupan seorang siswa di rumah, sekolah, diantara tema-teman sebaya, dan ditengah-tengah masyarakat. Ini adalah situasi “nyata”, lingkungan “nyata”, “kehidupan nyata” seorang siswa. Pembelajaran mandiri memeberi kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari. Proses penemuan ini tentu saja butuh waktu, tetapi hasilnya sebanding dengan waktu yang dihabiskan.
B. Definisi Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan antithesis dari apa yang tengah berlangsung di sekolah-sekolah era industri yang dibangun mirip pabrik. Di sekolah-sekolah era industri, tugas seorang siswa adalah mematuhi atruran-aturan yang ditujukan untuk mengatur dan mengendalikan, jangan bicara sebelum gilirannya, berjalan dalam satu barisan, minta izin dahulu jika ke kamar mandi, jangan bekerja sama dengan teman, isi titik-titik, jawab pertanyaan dengan benar, dan hal lainnya. Suatu lingkungan terkontrol seperti itu mengabaikan keunikan setiap siswa. Para siswa belajar dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan mereka pun belajar dengan cara berbeda-beda pula. Mereka memiliki minat yang berbeda dan bakat-bakat khusus, karena manusia adalah unik, maka aneh tampaknya jika seolah mengharapkan para siswa untuk belajar dalam situasi yang sama dari satu buku teks atau metode pelajaran yang sama. Pelajaran mandiri membebaskan pada siswa untuk menggunakan gaya belajar mereka sendiri, maju dalam kecepatan mereka sendiri, menggali minat–minat pribadi, dan mengembangkan bakat mereka dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka sukai.
Di dalam pembelajaran mandiri, para pelajar memiliki tipe seperti “mengatur diri mereka sendiri”—memerintah diri sendiri. Mereka mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab untuk itu. Dengan kata lain siswa mengatur dirinya sendiri untuk, menyesuaikan tindakan mereka untuk mencapai kepentingan atau tujuan tertentu.
Jonhson (2009) menyebutkan bahwa pembelajaran mandiri itu adalah suatu proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mecapai tujuan yang bermakna.
C. Pengetahuan dan Keterampilan yang Penting Untuk Pembelajaran Mandiri
Proses pembelajaran mandiri yang paling baik di uji dari dua perspektif yang berbeda, tetapi sangat berhubungan. Pertama, pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu. Mereka harus tahu dan mampu melakukan hal-hal tertentu—mengambil tindakan, bertanya, membuat keputusan mandri, berpikir kreatif dan kritis, memiliki kesadaran dri, dan bisa bekerja sama. Kedua, pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk melakukan hal-hal tersebut yaitu menggunakan pengetahuan dan keahlian—dalam urutan yang pasti, satu langkah secara logis mengikuti langkah yang lain.
Mengambil Tindakan
Hasil penelitian membuktikan bahwa kebanyakan dari siswa mengingat hal-hal terbaik dari yang dipelajari karena tindakan yang mereka ambil, dan mereka tau alasannya. Seseorang mengingat, misalnya, hitungan matematika yang siswa kuasai karena mereka harus memotong panjang pipa untuk membentuk suatu sudut tertentu, atau ketika seorang pelajar sains mengevaluasi kebijakan walikota untuk menambahkan fluoride pada air minum, maka mereka akan mengingat pengetahuan yang mereka pelajari. Belajar aktif yang disebut juga dengan belajar “langsung”, adalah belajar yang membuat pelajaran melekat. Mencari dan mnghubungkan informasi secara aktif dari tempat kerja, masyarakat, maupun ruang kelas, lalu menggunakannya untuk alasan tertentu akan menyematkan informasi tersebut dalam ingatan (Souders, dalam Johnson, 2009).
Alasan mengapa kebanyakan orang gampang mengingat sebuah informasi yang mereka peroleh saat aktif secara fisik, misalkan waktu mereka mencari nomor telepon seorang pakar, menekan nomornya, berbicara, kemudian bertemu dan mencatat beberapa pembicaraan serta melaporkan apa yang mereka temukan adalah sensasi fisik yang dapat mempengaruhi struktur otak. Siswa yang menghimpun, menyentuh, dan mengumpulkan pengetahuan memiliki otak yang berbeda dibandingkan dengan siswa yang hanya menonton, mendengar, dan menyerap informasi baik dari televisi, film, dan komputer atau perangkat lunak dan kuliah yang membosankan. Dengan kata lain, makanan untuk otak adalah dunia luar. Pembelajaran mandiri, yang menekankan pada tindakan, memberikan otak kesempatan untuk merasakan dunia luar dengan cara-cara yang tak terhitung. Partisipasi aktif seperti mengukur, berjalan, berbicara, menelepon, mengatur benda-benda, memalu, melukis, mengangkat, menata, merekam dengan video, melempar bola, mencocokan bentuk, berkebun, merancang poster atau memimpin diskusi kelas memberi sinyal pada neuron dalam otak untuk berhubungan, membentuk dasar untuk berfikir abstrak.
Anak-anak yang berada di tingkat dasar khususnya memerlukan kesempatan untuk mengontrol benda-benda fisik seperti kapur tulis, krayon dan balok-balok. Mereka perlu menggambar, mewarnai, bernyanyi dan bertepuk tangan, berbicara dengan orang dewasa, dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Aktivitas-aktivitas fisik seperti ini mengirimkan pesan ke otak yang menjadi dasar bagi pembentukan saraf yang kuat (Port, 1999, dalam Johnson, 2009). Mereka menciptakan banyak neuoron untuk mencatat dan menyimpan informasi dan keahlian baru. Belajar aktif juga memuaskan dorongan anak untuk melakukan pekerjaan penting dan untuk dianggap bersungguh-sungguh.
Kemampuan aktvitas fisik dalam membangun kepercayaan diri dan mengaktifkan pikiran digambarkan dalam program musik nasional yang luar biasa di Venezuela. Pemerintah Venezuela dan pendonor swasta memberi setiap anak di Venezuela termasuk mereka yang berada dalam pusat rehabilitasi anak nakal serta anak-anak jalanan kesempatan untuk belajar musik. Disebuah kota terpencil di daerah pedesaan penghasil ternak, anak-anak dari segala usia mempraktikan kemampuan bermusik mereka di seluruh kota, di setiap halaman dan lapangan terbuka. Orkestra tersebut tampil dalam sebuah bangunan bekas penjara. Di sebuah perkampungan kumuh di Caracas, anak-anak miskin dari segala usia bergabung dalam sebuah paduan suara. Kegiatan menyanyi ini membentuk kedisplinan dan membangun kepercayaan diri mereka. Maksud nyata dari program nasional ini adalah untuk membentuk bangsa pemusik. Keuntungan yang kurang tampak nyata, tetapi lebih penting dari bermain alat musik atau menyanyi dalam paduan suara adalah mengajarkan anak untuk menemukan kemampuan terpendamnya untuk menjadi cerdas, menguasai tantangan fisik dan mental yang sulit, serta menjadi manusia yang unggul.
Kegiatan langsung, pusat dari pembelajaran mandiri, mendorong proses belejar di sebuah sekolah di New Jersey, dimana siswa tingkat tiga mempelajari listrik membuat siurkuit listrik dengan menggunakan baterai dan bola lampu. Siswa tinggakat empat Pittsburg menguji fisika dengan jalan memetik senar, memukul potongan-potongan besi dengan panjang yang berbeda, dan membuat alat musik mereka sendiri. Contoh lainnya adalah siswa kelas enam sains di Florida mempelajari arkeologi dengan jalan mencari dan merekontruksi artefak-artefak yang terdiri dari sisa-sisa bangkai binatang yang tergilas di jalan yang diambil dan dikuburkan oeh guru mereka di hutan di belakang taman bermain. Dengan menggunakan kayu dan jala, anak itu membuat sebuah ayakan untuk menyaring tanah. Dengan menggunakan teknik penggalian arkeologis yang benar, mereka menggali sebuah lubang berukuran satu meter persegi sedalam satu meter. Kemudian, mereka menyaring tanah untuk menemukan “ tanaman” guru mereka, yaitu tulang belulang yang tercerai berai. Pada siswa kemudian memindahkan tulang belulang itu ke daerah bersih, menggelarnya, dan mencoba mereka ulang tulang-tulang tersebut. Mereka membuat diagram, mencatat nama setiap tulang, dan menjelaskan fungsi masing-masing. Para siswa sangat menikmati kelas itu dan dengan begurau mereka mengatakan bahwa mereka pasti akan teringat pada guru jika suatu saat mereka menemukan bangkai binatang yang tergeletak di jalanan.
Mengajukan Pertanyaan
Sebagaimana keberhasilan pembelajaran mandiri bergantung pada pengambilan tindakan, pola belajar ini juga tergantung pada pengetahuan dan keahlian yang menghasilkan perilaku dan proses berpikir mandiri. Untuk menjadi mandiri, baik bekerja sendiri maupun dalam kelompok, anak-anak harus mengajukan pertanyaan-perntanyaan menarik, membuat pilihan-pilihan yang bertanggung jawab, berfikir kritis dan kreatif, memiliki pengetahuan tentang diri sendiri, dan bekerja sama. Anak-anak tidak dengan otomatis mendapatkan kemampuan-kemampuan ini waktu mereka ikut serta dalam tugas-tugas dari pembelajaran mandiri. Gurulah yang menanamkan hal ini kepada mereka. Guru dapat membantu anak-anak sejak mereka mengawali perjalanan untuk menjadi pelajar yang aktif dan mandiri.
Untuk bisa berhasil, pelajar yang mandiri haruslah bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Ketakjuban adalah cikal bakal kreativitas, Pertanyaan-pertanyaan yang tajam dapat menyempurnakan keyakinan dan menjelaskan berbagai kejadian. “ untuk bisa mengerti, siswa harus mencari sebuah makna” Untuk mencari sebuah makna, siswa harus mempunyai kesempatan untuk membentuk dan mengajukan pertanyaan (Book&Brook, 1993 dalam Johnson, 2009).
Para siswa kelas empat di Oklahoma yang tidak pernah melihat sapi ditanyai, “ Dari mana susu berasal?” pertanyaan ini memulai sebuah proyek untuk melacak perjalanan susu dari sapi hingga ke dapur. Kemudian anak-anak dari sekolah dasar Woodland ditanyai :” Bagaimana orang dapat mengadopsi seekor anjing dari sebuah tempat penampungan dan perawatan macam apa yang dibutuhkan anjing?” penemuan siswa ini menghasilkan wawancara dengan pegawai di tempat penampungan, mengundang seorang dokter hewan untuk datang ke kelas, dan memberikan presentasi mengenai proses adopsi dan perawatan hewan terhadap seeokor anjing. Pertanyaan yang baik mendorong tugas bermakna dan penyelidikan mendalam yang membimbing siswa saat mereka mengumpulkan dan menilai informasi. Dengan bantuan seorang guru yang imajinatif, setiap anak dapat didorong untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang bersentuhan dengan kehidupan mereka sekarang pada saat ini yang nantinya akan berdampak positif dalam kehidupan mereka selanjutnya.
Membuat Pilihan
Selain mengajukan pertanyaan, para siswa dengan pembelajaran mandiri membuat pilihan-pilihan cerdas. Di seluruh Jepang, para siswa tingkat satu bekerja sama untuk menemukan tujuan kelas masing-masing. Instruktur mereka menyediakan dasar-dasar moral yang berasal dari buku pegangan nasional bagi guru-guru sekolah dasar. Berangkat dari kerangka kerja itu, anak-anak memilih tujuan tertentu untuk mengarahkan kelas mereka (Lewis& Tsuchida, 1998 dalam Johnson, 2009).
Para siswa dengan pembelajaran mandiri tidak hanya memilih rancangan kerja, tetapi juga memutuskan bagaimana mereka harus berperan serta. Siswa memilih berpartisipasi dalam rencana kerja yang paling sesuai dengan minat pribadi dan bakat ereka. Mereka juga memilih gaya belajar yang paling tepat bagi mereka sambil mencari kaitan antara tugas sekolah dam kehidupan keseharian mereka. Para siswa dengan pembelajaran madiri mungkin lebih memilih mendapatkan informasi, misalnya dengan jalan mengamati, mendengarkan, membaca, dan berdiskusi. Mereka mungkin melakukan riset-riset dengan cara menonton video, mendengarkan kaset, membaca buku, atau mewawancarai orang-orang. Karena pembelajaran mandiri membebaskan anak untuk memilih cari belajar terbaik yang paling sesuai untuk mereka, dan karena pola ini menyesuaikan minat dan bakat mereka, maka pola belajar ini dapat membantu siswa untuk mencapai keunggulan. Pilhan-pilihan siswa membuat belajar menjadi menyenangkan sekaligus bermakna.
Membangun Kesadaran diri
Kesadaran diri akan didapatkan oleh para siswa di ruang kelas ketika mereka menemukan mafaat dari memahami kecerdasan emosional. Salah satu dari keuntungan dari pedoman ini adalah belajar mengendalikan emosi. Orang dapat mengendaliikan emosi, misalnya dengan mengarahkan pemikiran mereka ke objek lain, atau mencoba bersikap adil pada orang yang tingkah lakuknya mengesalkan mereka. Pengendalian emosi berasumsi bahwa kita menyadari perasaan kita pada saat-saat tertentu, yaitu pada kita sedang mengalami perasaan tersebut.
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk merasakan perasaan saat perasaan tersebut muncul, adalah kemampuan khusus manusia. Kemampuan ini membuat kendali diri menjadi sesuatu yang mungkin. Kemampuan ini juga dapat mengilhami tindakan yang diambil. Jika misalnya kita menyadari bahwa suasana hati sedang jelek, kita dapat melakukan sesuatu untuk menghibur diri. Jika pengetahuan tentang diri menunjukan bahwa kita sangat mengigingkan kegembiraan dengan segera, kita dapat membandingkan keuntungan yang akan diperoleh jika kita menunda keberhasilan tersebut dan memutuskan langkah selanjutnya. Kedasadaran diri juga meliputi pengetahuan tentang keterbatasan kekuatan kita. Kalau kita menyadari bagaimana orang lain memperhatikan kita, mungkin kita dapat memperbaiki hubungan kita dengan mereka, yang juga meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan kelompok. Kerja sama dengan anggota kelompok tentunya akan berlangsung lebih baik antara yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Kerja sama
Pada pelajaran mandiri siswa biasanya melakukan kerja sama walaupun dalam kelompok-kelompok kecil dan otonom. Kerja sama dipercaya dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mudah untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan dan bertindak mandiri dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan baka setiap anggota kelompok, mempercayai orang lain, mengeluarkan pendapat, dan mengambil keputusan.
Dengan mengingat manfaat dari kerja sama, tidaklah mengherankan jika banyak perusahaan di Amerika yang melibatkan karyawan mereka dalam pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kerja sama. Lingkungan kerja telah begitu terspesialisasi sehingga para anggota kelompok, yang masing-masing cakap dalam bidang yang berbeda, perlu berunding bersama. Di pabrik-pabrik misalkan, kelompok produksi mendiskusikan cara-cara untuk meningkatkan efisiensi. Sebuah tim akan sukses jika bekerja sama karena bekerja sama adalah sesuatu yang alami dalam kehidupan ini. Seorang dokter yang juga ahli biologi ternama, Lewis Thomas (1975 dalam Johnson, 2009) mengatakan “ kebanyakan pengelompokan yag terjadi diantara makluk-makluk hidup yang kita kenal bentuknya adalah kerja sama, semacam simbiosa… kita bukanlah makluk soliter “. Setiap makluk adalah pengertian tertentu, saling berhubungan dan bergantung pada yang lain.
Kerja sama adalah sesuatu yang alami, kelompok dapat maju dengan baik. Setiap bagian kelompok saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dipunyai seseorang akan menjadi ouput bagi yang lain. Jika setiap individu yang berbeda membangun hubungan dengan cara seperti ini, mereka membentuk suatu kesatuan sistem yang jauh lebih mumpuni dibandingkan jika seseorang bekerja sendirian. Sinergi seperti ini terbentuk dari suasana persahabatan, saling menghargai, kesabaran, dan kepercayaan. Kerjasama sama yang erat dalam suasana yang demikian tidaklah terjadi begitu saja tetapi harus diusahakan. Kerja sama yang erat lahir terutama dari komunikasi yang kuat antara para anggota kelompok.
Mungkin bentuk komunikasi paling efektif yang dapat dialami dalam sebuah kelompok adalah strategi yang konvensional yang dikenal sebagai dialog. Dialog adalah dasar dari bekerja sama. Dialog merujuk pada pertukaran pandangan yang jujur yang dilandasi perasaan kasih, penghargaan, dan kerendahan hati. Dialog—pembicaraan yang jujur dan ramah—membutuhkan kesadaran diri dan orang lain. Kita mempercayai anggota kelompok untuk memperluas pemahaman kita. Kebenaran memiliki kesempatan untuk muncul ke permukaan dalam suasana yang diciptakan oleh dialog. Para anggota kelompok mendengarkan ide-ide tanpa prasangka. Mereka mengakui bahwa asumsi mereka bisa saja salah dan pemikiran mereka mungkin cacat. Dengan bersatu dalam pencarian makna, para anggota kelompok berjuang untuk melampaui keterbatasan dari pemikiran pribadi, latar belakang pendidikan, dan perangai mereka.
Bekerja sama tidak datang dengan sendirinya diantara anak-anak, atau siapa saja. Belajar bekerja sama, yang melebihi cara otak manusia berfungsi, memungkinkan anak untuk mendengarkan suara anggota kelompok lain. Pola belajar ini juga membantu siswa untuk menemukan cara pandang mereka hanyalah satu diantara cara pandang yang lain. Melalui kerja sama, dan bukannya persaiangan atau kompetesi, anak-anak menyerap kebijaksanaan orang lain. Melalui kerja sama, mereka dapat menyemai toleransi dan perasaan mengasihi. Dengan bekerja sama dengan orang lain, mereka saling menukar pengalaman yang sempit dan pribadi yang sifatnya untuk mendapatkan konteks yang lebh luas berdasarkan pandangan tentang kenyataan yang lebih berkembang. Berbagai stategi untuk kerja kelompok telah ditulis secara luas. Aturan-aturan kerja kelompok berikut ini yang dilakukan dalam kelas matematika, menyarankan berbagai pilihan dan tanggung jawab dalam menghadapi anggota kelompok:
- tetap fokus pada tugas kelompok
- bekerja secara kooperatif dengan para anggota kelompok lainnya
- mencapai keutusan kelompok untuk setiap masalah
- menyakinkan bahwa setiap orang dala kelompok memahami setiap solusi yang ada sebelum melangkah lebih jauh
- mendengarkan orang lain dengan seksama dan mencoba memanfaatkan ide-ide mereka
- berbagi kepemimpinan dalam kelompok
- memastikan setiap orang ikut berpartisipasi dan tidak ada salah seorang yang mendominasi kelompok
- bergiliran mencatat hasil-hasil yang telah dicapai kelompok.
Seperti ditunjukan oleh peraturan-peraturan ini, kerja sama menuntut adanya rasa hormat, kesabaran, dan penghargaan. Guru hendaklah membantu menanakan bahwa setiap anggota kelompok adalah berharga dan bahwa setiap orang dapat menyumbangkan sesuatu bagi kelompok.
D. Proses Belajar Mandiri
Belajar mandiri adalah sebuah proses. Sebagaimana proses lainya, pola belajar ini mengikuti beberapa prosedur untuk bisa mencapai satu tujuan. Proses belajar mandri adalah suatu metode yang melibatkan siswa dalam tindakan-tidankan yang meliputi beberapa langkah, dan menghasilkan baik hasil yang tampak maupun yang tidak tampak. Langkah-langkah ini menggunakan berbagai keahlian yang telah di tuliskan sebelumnya, juga menggunakan pengetahuan akademik.
Secara Umum, adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan siswa untuk dapat belajar mandiri yaitu:
Siswa Mandiri Menetapkan Tujuan
Siswa memilih, atau berpartisipasi dalam memilih, untuk bekerja demi sebuah tujuan penting, baik yang bermakna baginya ataupun orang lain. Para siswa tingkat sepuluh mungkin ingin mengembangkan sebuah cara untuk mengajar perkalian pada murid-murid sekolah dasar, atau siswa tingkat tiga mungkin ingin membuat poster tentang kecerdasan majemuk. Tentu saja, tujuan bukanlah akhir dari segalanya, Tujuan itu akan memberi kesempatan untuk menetapkan keahlian personal dan kademik ke dalam kehidupan sehari-hari. Saat siswa mencapai sebuah tujuan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, proses tersebut membantu mereka mencapai standar akademik yang tinggi.
Siswa Mandiri Membuat Rencana
Setelah membuat tujuan, hal penting berikutnya adalah membuat rencana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Siswa menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan mereka. Merencanakan disini meliputi melihat jauh kedepan dan memutuskan bagaimana cara untuk berhasil. Rencana yang diputuskan siswa bergantung pada apakah mereka ingin menyelesaikan masalah, menentukan persoalan, atau menciptakan suatu proyek.
Rencana yang dibuat seseorang bergantung pada tujuannya dan kesemuanya membutuhkan pengambilan tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, serta berfikir kreatif dan kritis. Kemampuan untuk melakukan hal-hal tersebut memungkinkan keberhasilan pembelajaran mandiri. Dan dengan melakukan hal-hal itu pula, anak-anak akan terddik dengan matang yang pada akhirnya akan terbawa pada masa yang akan datang.
Siswa Mandiri Mengikuti Rencana dan Mengukur Kemajuan Diri
Dari semula, siswa tidak hanya menyadari tujuan mereka tetapi juga menyadari akan keahlian akademik yang harus mereka kembangkan serta kecakapan yang mereka peroleh dalam proses belajar mandiri. Selama proses tersebut, peserta terus-menerus mengevaluasi seberapa baik rencana mareka berjalan. Mereka memperbaiki kesalahan dan membuat berbagai perubahan yang perlu. Sebagai tambahan, mareka berkaca pada pola belajar mereka sendiri. Pengetahuan akademik apa yang mareka dapatkan? kecakapan penting apa yang mereka kuasai.
Siswa Mandiri Membuahkan Hasil Akhir
Siswa mendapatkan suatu hasil akhir, yang tampak maupun tidak, yang bermakna bagi mareka. Ada ribuan cara untuk menampilkan hasil-hasil pembelajaran mandiri. Yang paling jelas adalah, sebuah kelompok mungkin menghasilkan portofolio dan memberikan informasi menggunakan grafik atau berbagai cara lainnya. Hasilnya memuaskan tujuan yang nyata dan memiliki arti bagi setiap pengalaman siswa, juga bagi kehidupan pada siswa tersebut baik dalam keluarga, sekolah, kelompok, maupun masyarakat.
Siswa Mandiri Menunjukan Kecakapan Melalui Penilaian yang Autentik
Para siswa menunjukan kecakapan terutama dalam tugas-tugas yang mandiri dan autentik. Dengan menggunakan standar nilai dan petunjuk penilaian untuk menilai portofolio, jurnal, presentasi, dan penampilan siswa, guru dapat memperkirakan tingkat pencapaian akademik mereka. Guru memperkirakan seberapa banyak pengetahuan akademik yang diperoleh siswa, dan apa yang mampu mereka lakukan. Sebagai tambahan, penilaian autentik menunjukan pada guru sedalam apakah proses belajar yang diperoleh siswa dari pembelajaran mandiri tersebut. Proses belajar mandiri membuat para siswa, sebagaimana yang ditunjukan dari hasil yang diperoleh, menjadi mandiri, menjadi seorang pemikir cerdas yang menggunakan pertimbangan sembari berbuat sesuatu untuk membentuk lingkungan kehidupan mereka.
Proses belajar mandiri adalah proses belajar kaya, bervariasi, dan menantang. Keefktivannya bergantung tidak hanya pada pengetahuan dan dedikasi siswa, tetapi juga dedikasi dan keahlian guru.
E. Kesimpulan: Kekuatan Pembelajaran Mandiri Untuk Melakukan Perubahan
Dale Parnell menyakinkan kita bahwa pembelajaran mandiri dapat menjadikan siswa berhasil. Dia menunjukan bukti-bukti kuat tentang kemajuan siswa dalam pembelajaran ini (Parnell, 2001, dalam Johnson, 2009). Pembelajaran mandiri bisa berhasil karena seperti yang kita lihat, adalah hal yang alami bagi anak untuk bertindak secara mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Juga hal yang alami bagi anak untuk menemukan hubungan antara ide-ide baru dan situasi mereka sendiri. Semua manusia, secara terus menerus sadar akan lingkungannya, dan menyesuaikan pemikiran serta tindakan mereka untuk menanggapinya.
Dibuat berdasarkan prinsip pengaturan diri, setiap makluk hidup adalah mandiri dan mengatur diri sendiri, oleh karena itu, setiap makluk memiliki kesadaran. Kesadaran inilah, sebagai identitas kesadaran yang unik, yang dapat menyebabkan sebuah sel tunggal menyadari adanya gangguan alam dalam lingkungannya, dan bisa memutuskan apakah akan bereaksi terhadapnya atau tidak. Jika sel itu bereaksi, hasilnya bisa jadi sebuah perbahan yang terjadi sedkit demi sedikit dalam struktur fisik sel tersebut. Kesadaran inilah yang menyebabkan makluk hidup untuk memperhatikan dan memberikan respon terhadap lingkungannya. Sebagai makluk hidup, kita menghargai lingkungan kita—hubungan keluarga, pekerjaan, tekanan dari teman sebaya dan sekolah-dan kita membuat pilihan yang menggambarkan potensi diri kita. Dengan kata lain, kita memilih ingin menjadi apa kita nanti. Kita mungkin memilih bereaksi degan cara-cara yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan, atau bisa juga tidak.
Pembelajaran mandiri memberikan siswa kesempatan yang luar biasa untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka. Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari. Pola ini memungkinkan siswa bertindak berdasarkan inisiatif mereka sendiri untuk membentuk lingkungan. Dengan jalan demikian, pada siswa mandiri mengembangkan potensi mereka. Mereka menemukan minat-minat baru dan bakat-bakat terpendam mereka sembari berkembang mencapai keunggulan akademik. Mereka juga menemukan bahwa mereka mampu mempengaruhi lingkungan mereka. Melalui proses belajar mandiri, mereka belajar bahwa mereka bisa menjadi pencipta bersama dalam dunia tempat tinggal mereka. Mereka menyadari bahwa merupakan tanggung jawab mereka juga untuk menciptakan kembali sebuah dunia dimana setiap makluk hidup akan betah di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Elani.B. 2009. Contextual Teaching and Learning (terjemahan). Jakarta: Mizan