Penugasan dan Penerusku….

            Sebentar lagi masa penugasanku habis, dua bulan lalu aku sudah mewacanakan kepada anak-anakku bahwa akan ada penerus yang menggantikanku.. Ku sebut sebagai penerus, karena aku yakin, kami tidak saling menggantikan, tetapi meneruskan apa yang menjadi cita-cita luhur pendidikan.   Dan kenapa akhirnya kami memilih mewakafkan setahun mengajar anak-anak ini, karena kami memiliki idealisme yang sama. Beragam ekpresi kutemui dari anak-anak, aku akhirnya mulai menemui kecintaan mereka kepadaku.. Apakah tandanya aku sudah berhasil….. aku tidak pernah memikirkannya. Bagiku, semakin banyak kesempatan bisa kuberikan kepada anak-anakku untuk belajar dan mengenal banyak hal, rasanya itu adalah kebahagiaan. Anak kelas empat biasanya langsung terdiam dengan kata penerus ini… beberapa detik kemudian disertai dengan respon tidak terima yang dilontarkan dengan beberapa pertanyaan kenapa, kenapa dan kenapa. Suatu ketika Afdal pernah mengangkat tangan dan bilang “ enci….kitorang tadi bercerita, kalau sebentar lagi enci mau pergi… Fauzan enci…langsung menangis…sedih kita enci”.  Kata polos mereka, seketika ingin membuat air mataku juga ingin menetes… Yah, sebentar lagi masa itu akan tiba….di detik-detik yang terus saja berlalu… Kampung keduaku Moilong, akan kutinggalkan.

“ enci nanti penggantinya enci ba ajak kitorang ke sawah”

“ enci…. guru baru nanti baajak kitorang menonton?”

“ enci…. nanti lama-lama guru baru itu bapukul kitorang mi…awal-awalnya saja baik…lama-lama jahat pasti”

“ enci…. tidak usah mi enci diganti, enci saja selamanya di sini…kenapa enci harus diganti….”

            Anak-anakku tetap saja selalu luar biasa, sumber kebahagiaan sekaligus kegemasanku di desa ini. Rasanya ingin kuberikan dunia kepada mereka agar mereka tau dan mengerti. “ enci…kalau enci pergi ke kampungnya enci…pilih satu anak buat ikut enci” kata Lala kepadaku. “ Lala mau ikut ke kampung enci?….” Lala dengan senyum bilang “ mau enci”.  Pikirku, mungkin aku yang harus lebih cepat beranjak setelah penugasan. Anak-anak ini sejalan waktu dengan adanya penerus yang kuyakin lebih baik dariku pasti akan bisa melupakan kesedihan atas enci mereka yang pergi. Bukankah anak-anak cepat sembuh dari lukanya, anak-anak secara natural akan menerima orang-orang yang terus menyayanginya. Orang dewasa sepertikulah yang harus lebih belajar terhadap ketulusan anak-anak.

“ mungkin tidak akan sama itu penggantinya enci…”

“ macam situ kan penggantinya enci…disini kalau cuek-cuek, tidak cocok sama kitorang”

“ belum tentu macam enci penggantinya….pasti tidak sama”

            “Guru baru itu adalah penerus saja bu…pak…., insya allah dia pasti lebih baik dari saya”,  rupa kata-kata inilah yang selalu kukatakan kepada beberapa orang desa menanggapi kepergianku. Orang-orang yang selama ini menghiasi hari-hariku. Aku memang belum mengenal keseluruhan dari mereka. Tetapi setahun yang luar biasa ini. Masyarakat desa Moilong memberikan pelajaran amat berharga kepadaku. Bagaimana akhirnya aku begitu mencintai mesjid, menyenangi acara keagamaan, berkumpul dan mengenal kesederhanaan perpektif, atau sisi kebersamaan yang mencerminkan kearifan lokal. Indonesia….yah, aku berada di sudut pandang Indonesia pedesaan yang sungguh suatu kesempatan besar bisa melaluinya.

Minggu ini pengumuman pengajar muda kabupaten Banggai, satu diantaranya adalah penerusku di desa Moilong. Guru baru yang akan membersamai anak-anakku, guru-guru, dan orang-orang di desaku menuju perubahan-peruahan kecil menuju sesuatu yang lebih besar. Ingin rasanya ku melakukan lebih dari yang sudah ada, namun pendidikan itu adalah sinergisitas dan seberapa besarpun semangat juga tenagaku aku tidak akan pernah bisa bekerja sendirian. Begitu juga dengan penerusku…ada harapan di tahun kedua Indonesia Mengajar, semuanya bisa lebih sama-sama bergerak.

Selamat datang Pengajar Muda Banggai…. Anak-anak luar biasa dan pembelajaran berharga sudah menunggumu.

Tinggalkan komentar