Edisi Mengajar Pertama Di Yayasan Anak Bangsa

Edisi pertama kali mengajar di Yayasan Anak Bangsa dengan anak-anak unik berbagai rupa….

Ibu saya mau belajar matematika (haa…saya dipanggil ibu…), nanti besok ya saya bilang..hari ini kita belajar membaca dan menulis dulu….

Siapa yang belum bisa baca angkat tangan??? dua bidadari kecil yang cantik angkat tangan, namanya Gina dan Nova angkat tangan… Lalu Icha dan Dini (yang saya sering ketukar namanya) bilang, saya sudah bisa bu….yang lain aja…Wah, pengajarnya edisi kebingungan dalam sesaat. Akhirnya di menit-menit awal kita berbincang soal cita-cita… dipancing dengan pertanyaan dari seorang anak…” ibu itu sudah kerja ya…dimana?”. Ia sudah, di lembaga psikologi dan dosen nanti…saya bilang kemudian…Dosen itu apa bu kata anak lainnya….

Mulailah kami membicarakan cita-cita….yang dengan bahasa sederhana anak adalah ingin kerja menjadi apa mereka kelak.

Saya ingin menjadi guru bu,,, saya juga kata anak lainnya, saya ingin jadi polisi, saya juga… (kok jadi edisi ngekor ya), dan yang bikin saya terkekeh adalah ceplosan salah satu anak..” saya ingin jadi cerry bell bu…dan di ikuti salah satu temannya, kalau saya ingin jadi penyanginya” (wahh…wahh… cery bell harus sadar ni, tingkah dan polah mereka diidolakan sama anak yang berusia 4 tahun.

Karena anak-anak yang ingin belajar ini memiliki klasifikasi yang berbeda sementara saya hanya sendiri dan semua anak terus memanggil saya untuk diajari, jadilah kelas saya kotak-kotakan…. Saya meminta mereka berperan menjadi guru-guru baru di dalam kelas. Dalam beberapa waktu saya mempunyai guru-guru kecil di kelas mini kami yang bertmpatkan beranda depan rumah. Metode ini ternyat cukup efektif…catatan pribadi saya adalah ketika kamu bersentuhan dengan anak-anak maka janganlah menggunakan metode kaku dua arah seperti kebanyakan metode di kelas konvensional, tetapi gimana caranya anak terlibat aktif dan merasa memiliki kelas mereka sendiri…..

Weheee….anak-anak yang lain mulai berdatangan, dan celakannya kelas mereka berbeda-beda bagaimana saya mau mengajarkan hal yang sama…Usman si kelas lima saya minta mengarang indah dengan cita-cita dan hobbynya, begitu juga siganteng yang saya lupa namanya…seorang anak nyeletuk kepada saya…ibu..ibu ini sudah tua ya, kok nama ku ketukar terus (hee…edisi terus ketukar nama antara icha dan dini). Kemudian beberapa anak kelas satu saya ajak latihan menulis dengan bagus…. Si jagoan adit bilang… ibu saya mau dituliskan kata-kata disini…kemudian saya tulis, ” Saya adalah anak yang baik” adit kemudian protes… ” ibu ini terlalu sedikit…. yang panjang gitu nah…kemudian saya menambahkan dan ” dan anak yang sholeh”. Adit kemudian menantang saya..mau berapa saya tuliskan ibu…” saya bilang, sepuluh saja adit…okkk, sambil kompak dengan tangannya”…. ” ok bu, saya akan tulis sampai seratus”…heee…dan hasil akhir tulisannya ternyata hanya sampai tiga… dan adit bilang, nanti saya selesaikan di rumah bu…(hemmmm..adittt…kita lihat minggu depan isi bukumu ya), dan sayapun hanya memberikan nilai 70 kepada adit sementara teman-temannya mendapatkan nilai 100.

Ibu….aku gak bisa nulis angka 3 itu susah…ibu…ini sesak duduknya nazwa lho geser-geser…ibu…. saya sudah selesai nulis angkanya…ibu…saya ingin mengerjakan PR, ibu saya hobynya main PS, ibu…saya gak mau nulis bukunya bau….whuaaaa…satu jam lebih bersama anak-anak ini selalu diisi dengan panggilan..” ibu,,,ibu…ibu…dan ibu…” dan saya selalu tertawa dalam setiap edisinya…sampai-sampai si kecil nova bilang..ibu…kenapa ibu selalu tertawa… (haa…saya tertawa sambil bingung sebenarnya nak…membagi perhatian dengan sebegini anak yang punya kemampuan beda plus mau diajarin satu-satu)

Tapi saya sangat bahagia bisa mengajar disini…

Hah…andai kami punya uang lebih untuk memberikan banyak fasilitas untuk mereka….saya juga masih memikirkan apa yang kira-kira dibutuhkan untuk mereka…misi utama saya adalah ” bagaimana caranya bikin mereka suka baca” karena buku jendela dunia, dan buku adalah ruang untuk mendewasakan….

Ini cerita saya..dari kampung kecil di sela-sela perumahan mewah…ironisme dan paradoks kehidupan yang saya kunyah setiap harinya..

Tinggalkan komentar