Tentang Berangkat Haji di Desaku…

WP_20130912_002

Labaik, Allah humma labaik, labaik allahummna labaik…

Pa Asfi memimpin alunan lafat talbiyah untuk mengiringi jamaah haji turun dari pelataran mesjid dusun kami. Hatiku bergetar atas maknanya  “kusambut panggilanMu ya Allah…kusambut PanggilanMu”. Aku pun menjadi begitu rindu ingin melihat Ka’bah, kiblat umat muslim seluruh dunia dan tempat dimana banyak sejarah Islam bermula. Banyak warga desa ikut menangis melepas kepergian nenek Winda (muridku kelas empat). Nenek yang biasanya sholat di sampingku pada jamaah magrib dan isya, nenek yang biasa bertanya kepadaku “ kemana kamu nak…”  jika sudah lama tidak kelihatan di mesjid, dan terakhir nenek mengomeliku karena tidak datang ke acara haji beliau saat aku harus bertemu orang dinas ke kabupaten.

Sebelum mobil benar-benar berangkat, suara azan menyertai haru sebagai penutup pelepasan sederhana di dusun kami. Merinding rasanya, ketika melihat orang-orang desa menangis haru dan bahagia saat melepas kepergian keluarga mereka. Perjalanan haji, bukan hanya perjalanan jauh melintasi negara, tetapi adalah tertunaikannya rukun Islam ke lima sebagai pelengkap ke Islaman seseorang. Bagi kampungku yang hampir seratus persen muslim, mampu naik haji adalah hal yang sangat diharapkan. Bahkan ada cerita beberapa orang telah tertipu oleh iming-iming akan segera berangkat haji secepatnya.

Dua minggu ini, tema pesta di desaku dan sekitarnya adalah tentang pergi haji. Acara selamatan pergi haji sama spesialnya dengan pesta nikahan seseorang. Enci Siti Har, seorang guru di tempatku bahkan memotong seekor sapi dan mengundang lebih dari 500 dari beberapa dusun untuk datang di selamatan.  Satu malam sebelum pergi, Enci kemudian mengundang beberapa orang lagi untuk kegiatan pengajian yang di dalamnya ada bersanji dan mengaji. Bersanji adalah bagian dari adat bugis yang menurutku menarik. Biasanya selalu digunakan dalam acara-acara selamatan, seperti Mapacing  (acara untuk pernikahan), potong rambut, ataupun lahiran. Isinya adalah pujian-pujian kepada Allah dan rasulnya. Biasanya ada satu orang (umumnya Imam) yang memimpin bersanji, dan sahut-sahutan dengan jamaah yang hadir.

Ibu piaraku dan beberapa orang dekat yang ku kenal di desa juga ikut sibuk dengan persiapan naik haji ini. Saat selamatan, aku dan ibuku pulang hampir jam sebelas malam, dan beberapa guru malah tidak masuk sekolah ke esokan paginya.  Aku cukup menikmati berkumpul dengan ibu-ibu bugis di malam hari dan bebantu seadanya.  Menggoreng pisang atau menggiling onde-onde. Mereka saling bercerita, aku mendengarkan, kadang aku juga menimpali. Suku bugis di desaku sangat terbuka menurutku, setelah kenal dan akrab, orang baru serasa sudah menjadi bagian dari keluarga itu.

Acara selamatan haji di bugis menurutku sama uniknya dengan acara pernikahan. Dulu, pernikahannya yang kuhadiri, diisi dengan berbagai sambutan dahulu, baru makan-makan. Di Bugis berbeda, ketika ada acara (lazimnya di sebut pesta), Pembawa acara setelah dibuka dengan doa, meminta tuan rumah untuk berdiri yang bermakna mempersilahkan untuk mencicipi makanan yang disajikan. Setelah semua kenyang, baru setelah itu seremonial lainnya. Acara dibugispun tidak lama-lama dan umumnya selalu tepat waktu. Jika habis isya, maka pasti akan dimulai tepat setelahnya. Dengan format acara jamuan makan di awal, tamu mau tidak mau dituntut untuk menyelesaikan acara hingga selesai. Au kabur dan tiba-tiba pulang???, silahkan saja malu dan dipelototin semua orang, mau terlambat datang ke pesta? Mari tidak bisa menikmati jamuan ala Bugis yang super lezat…”aneka rasa daging yang nikmat”.

            Mungkin hampir tujuh mobil yang mengantar jamaah haji untuk dua orang dari desaku, sedangkan Enci Siti Har berangkat dengan tiga Mobil. Semua mobil itu  berisi penuh penumpang, antara 6 sampai delapan orang. Aku membayangkan pasti Masjid Agung di Luwuk (Kabupaten), akan sangat penuh dengan manusia. Memang benar ternyata, “ baku desak dan baku tolak itu manusia” cerita ibu piaraku selepas pulang dari Luwuk.  Semoga saja jamaah haji yang berangkat dari desaku, bisa kembali dengan selamat dan berkumpul dengan sanak keluarga.

Catatan : selepas menikmati pagi dengan langit yang amat indah dan ombak yang tenang… serta harunya orang-orang desaku.

Mari menikmati setiap detiknya

12 September 2013

.