Sekitar lima tahun lalu, saat saya menjadi guru ada anak bernama Andi. Sudah dua tahun dia tidak naik kelas, sudah tidak punya orang tua dan hanya tinggal bersama kakek dan neneknya yang setiap sore pergi mencari ikan ke laut. Saat mereka pulang, Andi sudah tertidur lelap, entah sendiri di rumah atau di rumah tetangganya.
“Andi mau belajar membaca sama Enci?” tanyaku suatu sore.
“ Iyek Enci” Jawab Andi dengan tawa, semangat dan mata yang berbinar.
Benar saja kata wali kelasnya, orang yang mengajar Andi akan kewalahan, karena Andi dengan cepat melupakan huruf yang diajarkan kepadanya. Saya mencoba berbagai cara untuk membuat Andi lebih mengenal huruf. Mengajarkan dengan bernyannyi, menulis berulang, main tebakan, hingga membuatkan kalung kartu yang dipakai Andi sepanjang hari di sekolah. Kartu tersebut akan ditukar kepada saya setelah dia ingat huruf sebelumnya.
Sulit, kadang membuat sangat frustasi.
Tapi Andi tidak demikian. Meskipun pelajaran yang selalu berulang, ekpresi saya yang hampir marah, atau ejekan teman-temannya, Andi selalu datang dengan mata berbinarnya, lalu berteriak “Enci, ayo belajar”.
Pernah suatu pagi di hari minggu, Andi datang ke rumah dan membuat saya kaget.
“ Enci, ayok belajar”, teriak Andi
“ Andi, bukankah kita janjian jam 2 buat belajar”, kata saya.
“ Iya Enci, ini jam 2” jawab Andi
Saya baru tahu kemudian, kalau Andi tidak hanya kesulitan untuk membaca, tetapi mengenal angka. Andi menjadi penyemangat saya untuk menjadi guru yang lebih baik lagi.
Sayang, pendampingan saya terhadap Andi menjadi berkurang, karena saya harus sering ke kota untuk mengurus acara kabupaten ataupun masalah di tim. Saya semakin susah menghabiskan waktu belajar dengan Andi, apalagi menjelang kenaikan kelas.
Andi menampar saya. Saat wali kelasnya mengatakan tidak ada kemajuan dalam membaca, menulis dan berhitung sehingga Andi tidak akan naik kelas.
Saya menangis, sedih, bersalah, mengutuki diri sendiri, merasa gagal dan sebagai guru harusnya bisa melakukan hal lebih baik untuk Andi saat itu. Bahkan sampai ditarik dari penugasan, saya tidak bisa berbuat banyak untuk Andi.
Perasaan itu sama, dan begitu rupa menyelimuti.
Ya…Hari ini perasaan itu sangat sama, terhadap pekerjaan saya sekarang. Di titik yang membuat saya berfikir keras, harus bagaimanakah kemudian???
22 Nov 2017